BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan terjadi di seluruh bagian tubuh berbeda dengan tumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan diawali sejak terbentuknya zigot dari proses pembuahan dan terus terjadi hingga hewan mencapai usia dewasa. Karakteristik khas seekor ternak adalah tumbuh dan berkembang yang merupakan aktivitas fisiologis yang penting di dalam suatu peternakan, terutama pada ternak yang memproduksi daging seperti ternak ruminansia. Kecepatan pertumbuhan merupakan kunci sukses pada peternakan yang bertujuan memproduksi daging. Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam menyediakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan seekor ternak. Makalah ini diharapkan dapat membantu para pembaca mengetahui dan memilih ternak bakalan yang baik serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ternak yang baik mulai dari bobot lahir, umur induk, produksi air susu induk, diperoleh bakalan yang menjamin memberikan pertambahan berat badan yang optimal dan kualitas daging yang baik.
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah peningkatan berat badan ternak sampai ukuran dewasa tercapai. (Goodwin, 1977). Menurut Anggorodi (1979), penambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan pertumbuhan murni. Perkembangan adalah proses perubahan fungsi, bentuk dan struktur tubuh untuk mencapai sempurna sejalan dengan terjadinya pertumbuhan. Menurut Soeparno (1992), pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapainya ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut.
Menurut Soeparno (1992), proses pertumbuhan yaitu: (1) proses dasar pertumbuhan selular yang meliputi hiperplasia yaitu perbanyakan sel atau produksi sel-sel baru, hipertrofi, yaitu pembesaran sel dan akresi atau pertambahan material struktural nonselular (nonprotoplasmik), (2) diferensiasi sel-sel induk di dalam embrio menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm (3) kontrol pertumbuhan dan deferensiasi yang melibatkan banyak proses. Cole (1966) menambahkan, bahwa pertambahan berat badan sapi pedaging dewasa adalah lebih besar dalam penyimpanan lemak daripada protein atau tulang kerangka.
Periode pertumbuhan dan perkembangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) periode prenatal atau sebelum lahir dan (2) periode postnatal atau sesudah lahir (Soeparno, 1992). Pertumbuhan dan perkembangan prenatal dapat dibedakan menjadi tiga periode, berupa proses yang berkesinambungan, yaitu periode ovum, embrio dan fetus. Pertumbuhan postnatal dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan sesudah penyapihan.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Tumbuh-kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak perkelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih . Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia. Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik (Ganong, 1979). Buckle et al.(1985) mengatakan, bahwa tiga faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan ternak penghasil daging adalah: (1) Keturunan, ( 2) Reaksi faal ternak tersebut terhadap lingkungan, terutama terhadap suhu lingkungan, dan (3) Tingkat gizi yang diberikan kepada ternak itu, termasuk interaksinya dengan spesies lain, denqan tanaman dan unsur trace di dalam lingkungan. Kemudian Cole (1966) menambahkan, bahwa penyakit akan mengurangi kecepatan pertumbuhan.
2.2.1. Keturunan (Genetika).
Gen adalah faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel makhluk hidup (Warwick et al., 1983). Masing-masing jenis (spesies), bahkan masing-masing individu memiliki gen untuk sifat tertentu. Hewan ternak yang memiliki gen unggul, misalnya pertumbuhannya cepat dan dengan memberikan makanan yang cukup maka akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula. Sebaliknya, jika hewan ternak tersebut tidak memiliki gen unggul dengan pertumbuhan yang cepat, meskipun didukung dengan pemberian makanan yang cukup maka pertumbuhan dan perkembangannya tidak sebaik bila hewan tersebut memiliki gen unggul. Ada genotipa tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan sehinggah lebih cepat pertumbuhannya dari pada yang lain. Sebagai contoh : ternak dari daerah beriklim sedang secara umum relatif lebih cepat pertumbuhannya daripada ternak yang berasal dari daerah panas. Campbell dan Lasley (1977) mengatakan meskipun kita ketahui bahwa gen mempengaruhi pertumbuhan pada semua hewan, termasuk manusia, tetapi penjelasannya tidak lengkap yang dapat digunakan untuk menggambarkan jalan fisiologis dari aksi gen.
2.2.2 Nutrisi.
Nutrisi/makanan berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Fungsi nutrisi di antaranya adalah sebagai bahan pembangun tubuh makhluk hidup. Sampai batas usia tertentu manusia akan mengalami pertumbuhan, yaitu bertambah tinggi dan besar. Menurut Cole (1966) pengaruh makanan terhadap kecepatan pertumbuhan merupakan bagian yang sangat penting dan jelas. Lebih lanjut Ganong (1979) mengatakan, bahwa gizi harus cukup tidak hanya dalam kadar protein, tetapi juga dalam vitamin dan mineral esensial, serta kalori, sehingga protein yang dicerna tidak dibakar menjadi energi. Menurut Campbell dan Lasley (1977), meskipun pada hewan tingkat tinggi, termasuk ternak mamalia mempunyai sistem fisiologikal yang sangat komplek, seperti kelenjar endokrin dan sistem syaraf pusat, namun bahan-bahan tertentu yang diperlukan untuk hidupnya sehari-hari tidak dapat diproduksi di dalam tubuh. Bahan-bahan itu harus diperoleh dari sumber di luar tubuh agar pertumbuhan dapat terjadi. Ransum yang menyediakan energi cukup, tetapi tidak cukup dalam vitamin dan mineral akan menghasilkan nutrisi yang tidak lengkap. Pengaruh kekurangan makanan pada sapi: Pejantan muda (1-2 tahun) diberi makanan untuk hidup, tetapi tidak untuk menambah bobot badannya. Tulang rangka sapi pejantan muda tersebut tumbuh terus dan pan jang serta tinggi juga tumbuh. Cadangan lemak dihabiskan, sehingga sapi tersebut menjadi sangat tipis.
2.2.3 Penyakit.
Menurut Ganong (1979), luka dan penyaki t menghalangi pertumbuhan, sebab penyakit meningkatkan katabolisme protein.
2.2.4 Pengaruh hormon.
Hormon merupakan senyawa organik (zat kimia) pada manusia dan sebagian hewan. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Menurut Soeparno (1992), hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok anabolik, dan (2) kelompok katabolik. STH (Somatotropic hormone) atau somatropin atau GH (Growth hormone), testoteron dan tiroksin termasuk hormon yang mempunyai pengaruh anabolik, sedangkan estrogen termasuk hormon katabolik. Hormon yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, antara lain adalah somatropin, tiroksin, androgen, estrogen dan glukokortikoid (GC). Hormon-hormon tersebut mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh, permasuk pertumbuhan tulang dan metabolisme nitrogen (Hafez dan Dyer, 1969).
2.2.5 Jenis kelamin.
Jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Menurut Hafez dan Dyer (1969), kecepatan pertumbuhan tinggi terjadi pada jenis kelamin jantan. Hal ini dipertegas oleh Soeparno (1992) bahwa dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat, dan pada umur yang sama, lebih berat (Chaniago dan Boyes, 1980; Hammond et al., 1984)
2.2.6 Lingkungan.
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup terutama tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terutama adalah suhu, udara, cahaya, dan kelembapan.
2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Ternak Ruminansia.
2.3.1. Pertumbuhan Di Dalam Kandungan
Pertumbuhan ini dimulai sejak terjadinya konsepsi, yakni saat bertemunya sel telur betina dan sel jantan. Pada saat bertemunya sel telur betina dan jantan. Pada saat itulah titik tolak kehidupan dan sekaligus pertumbuhan dimulai. Pertumbuhan ini terus berlangsung di dalam kandungan induknya sampai saat dilahirkan. Bersatunya sel jantan dan sel telur tadi menghasilkan calon makhluk baru dalam kandungan yang disebut embrio atau foetus.
Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan dengan sangat lambat. Foetus ini terbungkus oleh suatu cairan dan jaringan yang terdapat di dalam uterus. Cairan ini merupakan tilam yang berfungsi untuk melindungi foetus terhadap bahaya dari luar berupa benturan atau pukulan.
Pada akhir kebuntingan pertumbuhan foetus berlangsung sangat cepat. Proses terakhir menjelang kelahiran ini hamper 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung selama 1/3 seluruh waktu yang digunakan di dalam kebuntingan. Pada saat-saat itu kebutuhan pakan yang diperlukan foetus melalui induk semakin meningkat pula. Sehingga perlakuan terhadap induk yang sedang bunting tua harus benar-benar diperhatikan, terutama penyajian pakan baik volume maupun kualitasnya. Sebab kebutuhan pakan hewan ditentukan oleh jenis hewan dan fase hidup mereka.
2.3.2. Pertumbuhan Saat Pedet Lahir
Pada saat pedet lahir pencapaian berat badan baru sekitar 8%. Secara berurutan yang tumbuh atau terbentuk setelah lahir ialah saraf, kerangka dan otot yang menyelubungi seluruh kerangka. Semua itu sudah terbentuk semenjak masih berada di dalam kandungan. Namun, pada saat pedet lahir ukuran kepalanya relatife besar dengan kaki yang panjang dan tubuh yang kecil. Hal ini terjadi karena didalam proses pertumbuhan setiap bagian tubuh berbeda-beda. Misalnya kepala dan kaki merupakan bagian tubuh yang tumbuh paling awal daripada bagian tubuh yang lain. Sedangkan bagian punggung, pinggang dan paha baru akan tumbuh kemudian.
Jika dibandingkan dengan sapi dewasa, pedet atau sapi muda kakinya lebih tinggi dan dadanya kelihatan lebih sempit. Kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan. Dengan demikian sapi muda berkaki lebih tinggi, berbadan pendek atau dangkal dan tipis , serta berkepala lebih pendek. Semakin bertambah umurnya semakin memanjang ukuran kepalanya.
Berat pedet waktu lahir sangat variasi. Hal ini terutama secara umum tergantung dari jenis atau bangsa sapi yang bersangkutan. Misalnya berat lahir rata-rata bangsa-bangsa sapi luar seperti Aberdeen angus 28 kg, shorthorn 30 kg, Hereford 34 kg dan devon 36 kg.
2.3.3. Pertumbuhan sesudah lahir umur 3-4 minggu
Fase pertumbuhan ini terutama dititikberatkan pada alat pencernaan. Pada saat pedet lahir alat pencernaannya belum berfungsi. Ternak sapi sebagai hewan ruminansia semenjak lahir telah memiliki empat bagian perut seperti halnya sapi dewasa. Namun keempat bagian perut tadi belum berfungsi seluruhnya. Pada saat itu abomasum dan omasum (perut sejati) pedet muda merupakan bagian yang paling besar, yakni 70 %, sedangkan rumen dan reticulum hanya 30%. Sehingga pada saat itu abomasums dan omasum menggantikan fungsi dari seluruh perut sebesar ¾ bagian. Oleh karena itu, mutlak bahwa pedet yang masih kecil pakan yang diberikan harus berbentuk cairan tanpa serat kasar. Selama masa hidupnya 3 – 4 minggu pertama pedet hanya menerima bentuk pakan cair yang berasal dari susu induk ataupun susu buatan, yang sekiranya bias member kekenyangan dan dapat dicerna. Pakan yang berbentuk cairan tersebut langsung masuk ke rumen dari saluran seperti halnya kalau pedet minum. Dan makanan berbentuk cair ini langsung menuju perut keempat omasum dan abomasums (perut sejati).
Dengan demikian kita mengerti bahwa system pencernaan mengalami perubahan fungsi karena proses pertumbuhan dan perkembangan.
2.3.4. Pertumbuhan Pedet Umur 5 – 6 Minggu dan Sesudah Dewasa
Pertumbuhan pedet umur 5 – 6 minggu ini merupakan fase peralihan. Pada saat itu rumen dan reticulum pedet mulai berkembang, volume meningkat mencapai 70% sedangkan abomasums dan omasum mengecil menjadi 30% dari seluruh volume lambung. Setelah sapi mencapai kedewasaan volume rumen menjadi 80%, reticulum 5%, omasum 8% dan abomasums 7%.
Perkembangan alat pencernaan yang dicapai pada masa peralihan, pada masa peralihan, pada saat pedet berumur sekitar 2,5 – 3 bulan, sangat bergantung dari jenis bahan pakan yang diberikan. Jika pada saat itu susu yang diberikan dibatasi dan disamping itu juga diberi bahan pakan kasar yang enak dan lunak berupa pakan starter seperti biji-bijian atau pakan penguat dan ditambah hijauan muda, maka makanan akan masuk ke rumen. Sehingga rumen akan berfungsi lebih awal yang berarti pedet mulai mencerna pati dan pakan kasar
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Genotipa, Bobot Lahir, Produksi Air Susu Induk, Jumlah Anak Waktu dilahirkan Umur Induk Jenis Kelamin Anak Serta Pertumbuhan dan Perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor External dan Internal yaitu : Faktor external yang paling berperan adalah makanan. Faktor internal yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan adalah kebakaan dan endocrine atau sekresi hormonal. Pertumbuhan pada ternak ruminansia dimulai dari Pertumbuhan Di Dalam Kandungan, pertumbuhan Saat Pedet Lahir, Pertumbuhan sesudah lahir umur 3-4 minggu serta Pertumbuhan Pedet Umur 5 – 6 Minggu dan Sesudah Dewasa
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah ini untuk masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggordi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta
Berg, R.T. and Butterfield, R.M., 1978. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University Press, sydney.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Waaton, M., 1986. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta
Campbell, J.R. and Lasley, J.F., 1977. The Science of Animal that Serve Mankind. 2nd Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.
Cole, H.H., 1966. Introduction to Livestock Production 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Ganong, W.F., 1979. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Goodwin, D.H., 1977. The Production and Management of Sheep. 3rd ed. Hutchinson and Co., Ltd. London.
Hafez, E.S.E. dan Dyer, I.A., 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger, Philadelphia.
Pane, I., 1986. Pemuliabiakan Ternak sapi. PT. Gramedia, Jakarta.
Partodihardjo, S., 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara, Jakarta.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada university Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D., Hartadi, N., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo S, 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Williams,I.H., 1982. A Course Manual in Nutrition and Growth. Edi tor: H. L. Davies. Australian Vice-Chamcellors committee, Melbourne.
Warwick, E.J., Astuti, J.M. dan Kardjosubroto, W., 1983. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Widdowson, E.M. 1980. Definition of Growth. In: Growth in Animal. T.L.J. Lawrence Eds. Butterworths, London.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Komentarnya